Gardakatulistiwa.com,Madiun, 16 September 2025- Bank Madiun diduga mengalami potensi kerugian negara yang signifikan akibat kelemahan pengelolaan kredit di dua wilayah, yakni Ngawi dan Madiun. Indikasi ini muncul dari pola masalah serupa, termasuk Memorandum of Understanding (MoU) yang lemah secara hukum dan jaminan nasabah yang tidak memadai, yang berpotensi memicu tindak pidana korupsi.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kasus pertama melibatkan MoU antara Bank Madiun dengan sebuah pabrik gula di wilayah Ngawi. Kerja sama ini dimaksudkan untuk menyalurkan kredit kepada petani tebu guna mendukung usaha tani. Namun, MoU tersebut disusun tanpa pengaturan hukum yang kuat, sehingga membuka celah kerugian. Akibatnya, sebagian petani mengalami gagal bayar, memunculkan potensi kredit macet yang besar. Dugaan pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) perbankan semakin memperburuk situasi, di mana nilai jaminan dari petani tidak mencukupi untuk menutupi kredit yang telah dicairkan.
Sementara itu, kasus kedua terjadi di Desa Panggung, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun. Di sini, teridentifikasi kredit macet dengan nilai pencairan mencapai sekitar Rp 3 miliar. Mirip dengan kasus Ngawi, jaminan nasabah tidak mampu mengcover jumlah kredit, sehingga memperbesar risiko kerugian negara. Sebagai bank yang dikelola dengan dana publik dan milik pemerintah daerah, kredit macet ini berpotensi merugikan keuangan negara jika tidak segera ditangani.
Menurut Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gema Justicia, Didik Suwito, kasus ini berpotensi menimbulkan kerugian negara. Ia menyatakan bahwa pihaknya akan segera mendorong kejaksaan untuk mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pihak Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Madiun, mengingat institusi tersebut merupakan milik pemerintah daerah dan menggunakan keuangan negara.
Dalam pernyataan langsungnya, Didik Suwito mengatakan, "Kasus ini berpotensi menimbulkan kerugian negara. Kami akan segera mendorong pihak kejaksaan untuk mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pihak BPR Madiun, karena merupakan milik dari pemerintah daerah dan menggunakan keuangan negara."
Didik Suwito menambahkan, pola kelemahan tata kelola kredit di Bank Madiun, seperti MoU lemah, jaminan tidak memadai, dan indikasi pelanggaran SOP, harus menjadi perhatian serius. Jika dibiarkan, hal ini tidak hanya menimbulkan kerugian finansial signifikan bagi negara, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap institusi perbankan daerah.
LBH Gema Justicia mendesak otoritas terkait untuk segera melakukan audit mendalam guna mencegah eskalasi kerugian.(Yns)
0 Komentar